Beranda | Artikel
Bulughul Maram - Shalat: Doa Iftitah dari Khalifah Umar bin Al-Khattab, Lengkap dengan Artinya
Selasa, 16 November 2021

Doa iftitah berikut dipraktikkan oleh khalifah Umar bin Al-Khattab bahkan ia pernah ajarkan secara jaher kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Baca juga: Keutamaan Khalifah ‘Umar bin Al-Khattab

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

Kitab Shalat

بَابُ صِفَةِ الصَّلاَةِ

Bab Sifat Shalat

 

 

Doa Iftitah dari Khalifah Umar

Hadits #272

وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إلهَ غَيْرُكَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ بِسَنَدٍ مُنْقَطِعٍ، والدَّارَقُطْنِيُّ مَوْصُولاً وَهو مَوقُوفٌ.

Dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, setelah bertakbir, ‘Umar biasanya membaca, “SUBHAANAKALLOHUMMA WA BI HAMDIKA WA TABAAROKASMUKA WA TA’AALAA JADDUKA WA LAA ILAHA GHOIRUK (artinya: Mahasuci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, Mahaberkah Nama-Mu. Mahatinggi kebesaran-Mu. Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau).” (Diriwayatkan oleh Muslim dengan sanad yang terputus. Ad-Daruquthni meriwayatkannya secara mawshul, bersambung, dan hadits ini mawquf, perkataan sahabat) [HR. Muslim, no. 399; 52. Sanad hadits ini munqathi’, terputus sebagaimana kata Al-Hafizh karena ‘Abadah tidak mendengar dari ‘Umar. Imam Muslim menyebutkan hadits ini dalam masalah tidak menjaherkan basmalah. Ad-Daruquthni meriwayatkan hadits ini dalam sunannya, 1:299-300 secara bersambung dan marfu’. Namun, yang mahfuzh, yang lebih tepat, hadits ini adalah perkataan ‘Umar saja].

 

Catatan:

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa Imam Ahmad memilih hadits ‘Umar ini karena sepuluh alasan. Di antara alasannya karena ‘Umar menjaherkan bacaan iftitah ini untuk mengajarkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Sebab lainnya adalah doa iftitah ini mengandung pujian kepada Allah.

 

Penjelasan doa iftitah di atas:

  • SUBHAANAKALLOHUMMA (Mahasuci Engkau ya Allah), maksud kalimat ini adalah menyucikan Engkau Ya Allah dari kekurangan, baik dalam sifat dan penyamaan dengan makhluk.
  • WA BI HAMDIKA (aku memuji-Mu), maksud kalimat ini adalah penyebutan sifat yang dipuji secara sempurna, juga penyebutan perbuatan Allah yang terpuji dengan kecintaan dan pengagungan kepada-Nya. Kalimat ini disambungkan dengan huruf “waw lil ma’iyyah” (waw yang berarti bersama), yaitu Allah disucikan berbarengan dengan Allah itu dipuji.
  • TABAAROKASMUKA (Mahaberkah Nama-Mu), artinya nama Allah itu semuanya berkah. Jika nama itu membersamai sesuatu, pasti akan ada berkahnya. Jika nama saja mengandung berkah, apalagi Dzat Allah yang dinamai pasti lebih besar berkahnya. Itu kalau nama Allah dikatakan berkah. Namun, kalau berkah disebut dalam sifat Allah, maknanya adalah Mahatinggi dan Mahaagung. Lafaz tabaaroka (Mahaberkah) tidaklah dimutlakkan kecuali pada Allah saja.
  • WA TA’AALAA JADDUKA (Mahatinggi kebesaran-Mu), artinya Mahatinggi kebesaran dan keagungan-Mu.
  • WA LAA ILAHA GHOIRUK (tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau), ini adalah kalimat tauhid.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:3:24-25.

Artikel asli: https://rumaysho.com/30591-bulughul-maram-shalat-doa-iftitah-dari-khalifah-umar-bin-al-khattab-lengkap-dengan-artinya.html